Peningkatan harga beras di pasaran membuat pedagang
makanan harus memutar otak agar tetap memperoleh keuntungan, antara lain
mengecilkan porsi nasi yang dijual. Di sisi lain, kenaikan harga beras ini
justru membuahkan keuntungan petani yang menyebut “harga beras lagi bagus”.
Guru besar di Institut Pertanian Bogor (IPB)
mengakui terjadi penurunan produksi beras saat memasuki El Nino, tapi jumlahnya
tidak signifikan. Reaksi pasar yang berlebihan terhadap kenaikan harga beras,
kata dia, justru menciptakan kebijakan impor yang dapat merugikan petani dan
masyarakat luas.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), harga beras di
tingkat konsumen meningkat dalam satu tahun terakhir sebesar 18,44%. Kenaikan
harga beras ini “akibat penurunan luas panen yang kemudian didorong dampak El
Nino”. Secara umum, inflasi harga beras September 2023 dibandingkan bulan sebelumnya
meningkat sebesar 5,61%. Angka inflasi beras bulanan ini menjadi yang tertinggi
dalam lima tahun terakhir, atau sejak Februari
2018. Saat itu, BPS melaporkan inflasi harga beras bulanan mencapai 6,25%.
“Harga jual naik dari petani nyampe Rp7.000/kilogram
untuk gabah basah langsung dari sawah, karena memang sedang susah. Namun ada
oknum yang menjual itu dengan Harga lebih tinggi Rp8.000 di bawa ke daerah lain.
Sehingga kamipun merasa rugi dan bisa saja jadi penyebab harga beras naik.”
kata Sugiarso Kecewa.
Seperti yang kita tahu Masyarakat saat ini
mengeluhkan tingginya harga beras di pasaran. Elnino hingga Pemilu menjadi
alasan terjadinya kenaikan harga beras. Guru Besar Teknologi Pertanian IPB
University, Prof. Dwi Andreas Santosa mengatakan, harga saat ini lebih
dipengaruhi karena media terlalu memblow up tentang El-Nino, geopolitik dan
dinamika ekspor beras dunia, yang menyebakan harga mengalami kenaikan.
Berdasarkan rilis terkahir BPS, Dwi Andreas
mengungkapkan penurunan produksi beras
hanya sebesar 2 persen, setara dengan 650 ribu ton.
0 Komentar